GADAI TANAH (SENDE)
A. Pengertian SENDE
Terdapat
berbagai istilah untuk menyebut tanah Sende,
di Jawa yaitu Gadai tanah dan Jual tanah dengan perjanjian beli kembali.
Gadai tanah merupakan suatu perjanjian tanah untuk menerima sejumlah uang
secara tunai dengan kesepakatan yaitu bahwa seorang penyerah tanah berhak
mendaptkan kembali tanah dengan jalan membayarkan sejumlah uang yang sama dari
orang yang menerima gadainya. Gadai tanah sendiri meiliki dua kebijakan beli
kembali dan jual lepas, jual lepas sendiri memiliki pengertian pemindahan hak
milik, dan Beli kembali memiliki pengertian saat terjadi kesepakatan antar
kedua belah pihak tanah akan dibeli kembali dengan jangka waktu tertentu. Dua
istilah yang terpaparkan tersebut perjanjian gadai tanah lebih sesuai karena
perjanjian ini dijadikan perjanjian tunggal dan banyak dipakai oleh para
pegadai tanah. Gadai tanah sendiri memiliki peraturan jika tidak dientukan
jangka waktu pengadaian tanah, maka orang yang memberi uang guna mengambil
gadai tanah tersebut akan mendapatkan hak penuh atas tanah yang di gadaikan
oleh pemilik sebelumnya.
B. SENDE (gadai tanah) dalam tinjauan histoeris
·
Gadai tanah pada masa kuno
Gadai tanah sudah dikenal
dalam masyarakat kuno dan dapat di buktikan dalam sebuah prasastri Jawa kuno.
Gadai pada masa lampau biasa dikenal dengan istilah sanda, menggadaikan barang pada masa Jawa kuno di sebut ananda / anandaken, tergadai mendapat
istilah sinandan / kasanda, sedangkan
barang yang di gadaikan disebut sasandan,
kata ini bias di satukan menjadi suatu kata baru yang dapat di artikan
yakni sebagai contoh imah sasanda yang
berarti tanah yang masih tergadai. Tulisan atau istilah tersebut terdapat pada
prasasti Panggumulan B yang di temukan 825SM, dan di prasati ini juga dikatakan
seorang I Wantil pu Palaka menebus tanah milik para pejabat desa di daerah
Panggumulan yang tergadai pembeli sawah di Panilman seharga 3 kati perak.
Prasasti yang selanjutnya di temukan adalah prasasti Panggumulan II pada tahun
903M, menyebutkan bahwa Pu Palaka menebus tanah dari Dapunta Prabu dan Dapunta
Kaca seharga 3 kati perak.
Prasasti Harahura pada tahun
966 M, Bendosari dan Manah I Manuk yang berasal dari majapahit adalah prasati
yang menyebutkan tentang seorang Mpu yang mengadaikan tanahnya dan kemudian di
tebus kembali. Masalah gadai tanah sendiri sudah di cantumkan dalam kitab
perundang-undangan yang di buat oleh Majapahit, di dalam kitab tersebut
terdapat istilah kedaluwarsa yang berarti saat transaksi gadai tidak di tebus
samapai batas waktu yang ditentukan, yang berakibat hak barangnya akan jatuh ke
tangan penggadai sehingga gadai tersebut dapat dijual oleh penggadai. Tetapi
ada barang yang jika di gadai tidak akan menjadi hak milik dari sang penggadai
barang tersebut adalah tanah karena tanah tersebut secara khusus adalah milik
raja dan rakyat hanya memanfaatkan hasil potensi tanah tersebut, maka dari itu
tanah pada masa Jawa Kuno adalah barang yang tidak bisa habis masa penebusannya
dan tidak akan kadaluarsa karena tanah tersebut bisa di tebus kapan pun.
·
Gadai tanah sebelum UUPA
Di Surakarta perjanjian
gadai tanah telah diatur dalam Rijkbal
No.10 Bab 15, 1938 dan Rijkbal tahun
1941 nomor 12. Pada tahun 1938 Rijkbal
yang di susun berisi bahwa penduduk yang memiliki tanah garapan dengan
wewenang memakai secra turun-temurn diberi hak untuk menggadaikan tanah
garapanya. Penggadaian tanah sendiri hanya boleh dilakukan dengan alasan
tertentu dan hanya boleh di gadaikan kepada penduduk kasunanan yang sudah lama
tinggal di wilayah kasunanan. Sementara untuk melakukan gadai tanah secara adat
pemilik hak guna tanah yang akan di gadaikan harus sepengetahuan dari lurah,
sesepuh desa atau kepala dusun dan penghulu. Disahkannya gadai tanah akan di
bicarakan dan di umumkan oleh penegak adat masing-masing dusun.
Jika perjanjian gadai tanah
diadakan tanpa sepangetahuan kepala suku, maka perjanjian itu tidak akan
dilindungi secara hukum, dan perbuatan tersebut dianggap tidak sah, tidak
berlaku terhadap pihak ketiga dan si penerima gadai dan dianggap bukan sebagai
pemilik sah tanah gadaian tersebut. Kebanyakan perjanjian gadai tanah dibuat
secara tertulis di dalam “akte” yang berisi pernyataan dari pemilik tanah yang
menyatakan bahwa dia menjual tanah pertanian atau menggadaikan tanah, beserta
nama penjual, batas-batas tanah yang dijual, nama pembeli, harga tanah,
perjanjian bahwa tanah dapat ditebus kembali dengan harga sejumlah uang yang
sama kala seorang pembeli membayara secara tunah tanah tersebut, dengan di
tandatangani oleh kedu belah pihak beserta saksi. Kemudian surat akte
diserahkan kepada pembeli gadai.
Tanah sende pada masa lamapau memiliki fungsi sebagai pengikat
sosialisasi serta gotongroyong anatar manusia, pada masa colonial sende didasarkan atas hubungan batin
atau kekeluargaan dan gotong royong sehingga bebenya masih ringan, kemudian
pada masa penjajahan pemerintah colonial lebih ikut campur dalam sende sehingga mengacaukan pola
penguasaan tanah yang turun temurun dalam keadaan guyup rukun, pada masa
setelah kemerdekaan lembaga hukum adat seperti sende masih tetap ada akan tetapi dengan berubahnya hubungan batin
menjadi hubungan pamrih, berdamapak pada melemahnya petani yang semakin
meningkat semakain lemah karena tanah garapanya berkurang sedangkan yang
membutuhkan semakin banyak. UUPA tahun 1960 adalah undang-undang yang
menjadikan petani lebih aman karena transaksi tanah sende diatur dalam PERPU 56 tahun 1960 pasal 7 yang menetapkan
bahwa gadai tanah pertanian yang berlangusung 7 tahun atau lebih harus di
kembalikan kepada pemiliknya tanpa uang tebusan.
·
Gadai tanah setelah UUPA
Tanah meupakan satu modal
untuk mengatur kebijaksanaan pemerintah yang mantap untuk dimanfaatkan bagi
kemajuan ekonominya. Perjanjian gadai tanh umumnya terjadi karena pemilik
membutuhkan uang tunai. Apabila ia tidak dapat mencukupi kebutuhannya dengan
jalan meminjam uang maka pemilik tanah
akan dengan mudahnya menjadikan tanah miliknya sebagai tanah yang di
gadai guna menghidupi kehidupannya sehari-hari. Dalam pengadaian tanah lamanya
proses gadai atau pakai sang penerima gadai tergantung pada usah tawar-menawar
kedua belah pihak dalam menentukan jumlah tahun dan seringkali harga tanah
dalam tradisi gadai hanya sejumlah uang yang sesuai dengan kebutuhannya kala
itu, tentunya tidak memikirkan efek kedepannya. Maka untuk melindungi golongan
petani yang ekonominya lemah, dikeluarkannya undang-undang yang mengatur pertanahan
di Indonesia yaitu UUPA tahun 1960. Akhirnya tanggal 24 September 1960 UUPA
yang mengatur tentang pertanahan memasukan gadai tanah ke dalam golongan
hak-hak yang sifatnya sementara dan secara beransur-angsur akan dihapus dan
undang-undang yanag melarang penyerahan hak penguasaaan tanah dengan cara gadai
pada pasal 7 tentang penetapan luasa tanah atau lahan pertanaian. Dalam UUPA
Pasal 53, menyatakan bahwa gadai tanah, bagi hasil, hak menumpang dan sewa
tanah pertanian, dalam waktu singkat akan diusahakan untuk menghapusnya karena
sifat-sifat daripada hak-hak tersebut bertentangan dengan undnag-undang
agrarian nasional karena hak-hak tersebut mengandung unsure pemerasan.
Peraturan-peraturan dalam gadai tanah diabaikan, karena belum danya kesadaran
hukum karena penduduk merasa jika menetapi aturan-aturan banyak halangannya,
denganprosedur yang berbelit-belit, mebuang tenaga, membuang uang atau biaya
pengutan-pungutan tambahan dna memakan wkatu yang lama, padahal gadai tanah
diadakan karena adanya kebutuhan akan uang tunai secara mendesak yanag harus
segera dipenuhi.
C. KESIMPULAN
Gadai tanah merupakan penjualan semntara waktu yang telah diatur sejak
masa hindu budha hingga sekarang. Sejak masa kuno hingga sekarang gadai tanah
lebih banayak menggunakan atuaran adat. Dalam perkemangannya di zaman modern
gadai tanah tetap diminati masyarakat kerana kemudanhannya tanpa prosedur yang
berbelit-belit. Penebusan tanah tergantung pada kemauan dan kemampuan yang
menggadaikan tanah sehingga seringkali terjadi gadai tanah yang berlangsung
berpuluh-puluh tahuna, penggadaian tidak mampu menebus tanahnya, dank arena itu
untuk melindungi golongan petani di perlukan undang-undang yang kuat dn
mengikat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar